Tambang Batu Bara Oranje Nassau

Tambang di Indonesia


Tambang Batu Bara Oranje Nassau adalah situs bekas tambang batu bara tertua di Indonesia yang diusahakan oleh Hindia Belanda pada tahun 1849. Lokasi situs ini di Desa Lok Tunggul, Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.[1] Ketika didirikan, lokasi tambang ini menempati wilayah milik Kesultanan Banjarmasin dan termasuk Distrik Riam Kiwa.[2]

Infotaula de geografia políticaTambang Batu Bara Oranje Nassau
tambang Edit nilai pada Wikidata

Tempat
Negara berdaulatIndonesia
Provinsi di IndonesiaKalimantan Selatan
Kabupaten di IndonesiaBanjar
KecamatanPengaron Edit nilai pada Wikidata
NegaraIndonesia Edit nilai pada Wikidata

Luas Situs Tambang Batubara Oranje Nassau sekitar 169,6 m2 (Tim Penelitian Balai Arkelogi Banjarmasin 2012:29). Bentang alam situs tambang batubara Oranje Nassau adalah perbukitan dan merupakan bagian dari Gunung Pagaran, diapit oleh Sungai Riam Kiwa di sebelah utara dan Sungai Maniapun Kecil di sebelah selatan situs.

Sejarah

sunting

Sejak awal abad ke-19, Pemerintah Hindia-Belanda mulai memperhatikan daerah pantai timur Kalimantan dan melakukan penelitian tentang keadaan alam Kalimantan. Pada 1843, Schwaner beserta Komisi Ilmu Alam (De Natuurkundige Commissie) melakukan perjalanan ke pedalaman. Mereka menemukan batu bara dan emas di pantai selatan, namun kandungan emasnya sedikit dan sudah ditambang orang pribumi dan keturunan Tiongkok.[2]

Di daerah Riam dan Pelaihari, mereka menemukan bijih besi, namun kandungan biji besi di daerah Riam hanya 70% . Selain itu daerah yang terpencil dan pertimbangan transportasi pengangkutan ke pelabuhan membuat rencana ini urung dilaksanakan. Setelah mengentahui bahwa tanah lungguh milik Kesultanan Banjar memiliki lapisan batu bara, JJ Rochussen berupaya mendapatkan konsesi usaha pertambangan dari kesultanan. Sultan Adam pun memberikan konsesi tanah di Riam Kiwa dan pihak Belanda menyewa tanah apanage milik Mangkubumi Kencana sebesar f.10.000 per tahun.[2]

Daerah-daerah tempat tambang batubara tersebut merupakan tanah lungguh yang diberikan oleh sultan kepada mangkubumi bernama Ratoe Anom Mangkoe Boemi Kentjana. Namun karena diambil Belanda, maka sebagai gantinya mangkubumi mendapatkan empat puluh Gulden (f.140,-) untuk setiap ton batubara yang dihasilkan.[3]

Pada 1845, Gubernur AL Weddik memperbaharui perjanjian sebelumnya, dimana sultan memberikan izin eksplorasi tambang batu bara di seluruh wilayah kekuasaannya kepada pemerintah Hindia-Belanda.[2]

Pada 1846, perusahaan tambang milik pemerintah Hindia-Belanda De Hoop membuka tambang batu bara di Lok Tabat, namun setelah dua tahun, mereka berhenti beroperasi. Hal ini dikarenakan kendala sarana transportasi pengangkutan menuju pelabuhan di Banjarmasin.[2]

Hingga pada 28 September 1849, dibukalah tambang batu bara pertama Pemerintah Hindia-Belanda di Pengaron.[2]

Pada 1847, gubernur jenderal menolak permohonan perusahaan swasta yang hendak membuka tambang bijih besi di Tanah laut, kemudian juga menolak permohonan firma Daehne & Co dari Den Haag yang juga ingin membuka tambang di Tanah Laut.[2]

Pada 1853, Pemerintah Hindia-Belanda mulai memberikan izin kepada Julia Hermina, sebuah perusahaan swasta untuk membuka tambang di Banyu Irang di dekat Kandangan, Hulu Sungai Selatan. Perusahaan ini tercatat hanya membuka dua lubang yang tidak begitu dalam.[2]

Pada 1854, perusahaan milik pemerintah Delf, membuka tambang di daerah Banyu Irang yang bertujuan menambah produksi batu bara Oranje Nassau di Pengaron. Perusahaan ini memproduksi 30.000 ton per tahun.[2]

Namun, pada 1859, produksi batu bara di Kalimantan Selatan dihentikan paksa akibat adanya Perang Banjar. Akibatnya, bangunan pertambangan milik orang Belanda dirusak dan pegawainya dibunuh.[2]

Pada 1860, Pemerintah Hindia-Belanda mengeluarkan keputusan bahwa menghapus Kesultanan Banjarmasin dan menguasai seluruh wilayahnya. Berkat hal ini, tambang batu bara Oranje Nassau beroperasi kembali. Namun, akibat Perang Banjar, produksi menurun dari 15.000 ton menjadi hanya 10.000 ton/tahun.[2]

Pada 1884, terjadi kebakaran di Oranje Nassau dan pemerintah memutuskan untuk meninggalkannya.[2]

Peresmian

sunting
 
J.J. Rochussen, Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke 49. Ia memerintah antara tahun 18451851.

Pada 28 September 1849 Gubernur-Jenderal Jan Jacob Rochussen datang ke Pengaron, wilayah Kesultanan Banjar untuk meresmikan pembukaan tambang batu bara Hindia Belanda pertama yang dinamakan Tambang Batu Bara Oranje Nassau, nama tersebut diambil dari nama wangsa Oranye-Nassau yang memerintah kerajaan Belanda.[2] Produksi batu bara direncanakan 10.000 ton per tahun.[2]

Selain untuk urusan peresmian tambang batu bara, JJ Rochussen juga menyampaikan surat rahasia kepada residen Banjarmasin saat itu. Suratnya berisi jika Kesultanan Banjarmasin menepati janji di dalam perjanjian dan tidak menghalangi pertambangan batu bara tersebut, maka pihak Belanda akan menjalankan politik bersahabat dan memberikan perlindungan.[2]

Di tahun yang sama, juga terdapat surat rahasia yang menganjurkan agar Riam dimasukkan menjadi daerah di bawah langsung Pemerintah Hindia-Belanda, kemudian agar sultan menjual tempat tesebut dan ibu kota kesultanan dipindahkan ke Nagara. Namun, kedua surat ini tidak ditanggapi oleh sultan.[2]

Produksi

sunting

Pada 1854, tercatat produksi batu bara meningkat menjadi 14.794 ton. Produksi batu bara digunakan oleh angkatan laut, menggunakan tenaga dari buruh dengan upah murah yang berasal dari orang-orang yang berhutang dan yang dihukum.[2]

Perusahaan

sunting
  • NV Oost Borneo Maastchapaij "Bentang Emas".[4]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "SITUS SEJARAH TAMBANG ORANJE NASSAU – Meratus Geopark". meratusgeopark.org. Diakses tanggal 2025-02-20. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Syamtasiyah, Ita (2012). Kesultanan Banjarmasin pada abad ke-19: ekspansi pemerintah Hindia-Belanda di Kalimantan (edisi ke-Cet. 1). Tangerang Selatan: Serat Alam Media. ISBN 978-602-19552-1-5. 
  3. ^ Libra Hari Inagurasi (2015). "TAMBANG BATU BARA ORANJE NASSAU , KALIMANTSEBUAH SELATAN, DALAM PANDANGAN INDUSTRI ARKEOLOGI". Jl. Raya Condet Pejaten No. 4, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12510: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional: 1. 
  4. ^ Prof. Dr. Ir. Irwandy Arif, M. Sc (13 Juni 2014). Batubara Indonesia. Indonesia: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 37. ISBN 6020302911.  ISBN 9786020302911