Pakantan, Mandailing Natal

kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara

Pakantan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, Indonesia.

Pakantan
Peta lokasi Kecamatan Pakantan
Negara Indonesia
ProvinsiSumatera Utara
KabupatenMandailing Natal
Pemerintahan
 • Camat-
Populasi
 • Total- jiwa
Kode pos
22998
Kode Kemendagri12.13.21 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS1202041 Edit nilai pada Wikidata
Luas- km²
Kepadatan- jiwa/km²

Kecamatan Pakantan

sunting

Kecamatan Pakantan adalah sebuah Kecamatan yang terletak di hulu sungai Gadis (Batang Gadis), dilereng Gunung Kulabu diwilayah Kabupaten Mandailing Natal paling selatan, berjarak 12 km dari Muara Sipongi / jalan Raya Lintas Sumatera mengarah ke barat. Pakantan terdiri dari delapan desa (huta):

  • 1. Huta Dolok
  • 2. Huta Gambir
  • 3. Huta Lancat
  • 4. Huta Lombang
  • 5. Huta Padang
  • 6. Huta Toras
  • 7. Huta Julu
  • 8. Silogun

Wilayahnya yang strategis dengan hamparan persawahan yang membentang luas, diapit oleh dua buah sungai kecil: Sijorni dan Mompang, dibelah dua oleh sungai Pahantan dengan kesejukan airnya serta dikelilingi perbukitan bak dipagari / dibentengi Gunung Kulabu, terlihatlah serupa bentuk kuali (wajan) dan beriklim dingin karena ketinggiannya 1200 meter di atas permukaan laut. Pada tahun 2007 Pakantan ditetapkan sebagai salah satu kecamatan di kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara.

Kode pos untuk Kecamatan Pakantan adalah: 22998.[1]

Batas Wilayah

sunting
Utara Ulu Pungkut dan Muara Sipongi
Timur Pasaman, Sumatera Barat
Selatan Pasaman, Sumatera Barat
Barat Ulu Pungkut

Kekerabatan dan Silsilah

sunting

Pakantan didiami oleh suku Batak Mandailing. Beberapa marga yang ada di Pakantan antara lain: Lubis, Nasution, Batubara, Hasibuan dan Lintang (Lintang adalah suatu marga yang terbentuknya juga di Pakantan).

Seperti halnya sub suku Batak lainnya, sistem sosial yang digunakan oleh masyarakat Pakantan adalah "Dalihan Na Tolu". Sistem sosial Dalihan Na Tolu teguh dipegang oleh masyarakat Pakantan hingga kini sehingga pernikahan semarga adalah salah satu yang sangat dilarang dan tidak boleh dilakukan oleh masyarakat Pakantan. Dalam perkawinan sistem kekerabatan yang digunakan adalah patrilineal dimana keturunan yang ditarik dari garis ayah.

Menurut Tarombo ( silsilah ) marga Lubis di Pakantan, nenek moyang marga Lubis adalah berasal dari Datu Sang Maima Na Bolon (Datu Pulungan Tua). Beberapa generasi selanjutnya dari keturunan Datu tersebut yaitu Namora Pande Bosi (yang kedua) yang memiliki anak kembar bernama Langkitang dan Baitang. Dari keturunannya Baitang kerajaannya menyebar di wilayah Mandailing Julu dan Pakantan sedangkang kerajaan dari keturunan Langkitang kerajaannya menyebar di Mandailing Godang.

Raja Mangalaon Tua yang merupakan raja pertama di Pakantan dari keturunan Baitang membuka perkampungan Pakantan sekitar tahun 1540. Semua raja (yang kemudian menjadi Kepala Kuria di zaman pemerintahan Hindia Belanda) di Pakantan adalah hanya dari keturunannya (yang bermarga Lubis).

Letak Geografis

sunting

Dahulu pemerintah Hindia Belanda menentukan Mandailing Kecil menjadi empat wilayah, yaitu: Tamiang - Manambin - Singengu dan Tambangan. Sedangkan batas wilayah Mandailing Godang sampai Sayur Matinggi, Angkola Jae. Ke hilir Mandailing Julu sampai ke Limo Manis, tidak termasuk Muara Sipongi dan ke hulu dan juga tidak termasuk wilayah Pakantan.

Wilayah Pakantan sendiri dibagi menjadi: Pakantan Buhit (Pakantan Dolok) dan Pakantan Lombang.

Kebiasaan dalam keseharian pada tempo dulu apabila ada masyarakat Pakantan yang akan meninggalkan wilayah Pakantan dan ditanya: "mau pergi ke mana?" maka akan dijawab: "giot tu Mandailing" (pergi ke Mandailing). Hal itu disebabkan karena wilayah Pakantan dulunya adalah bukan bagian dari wilayah Mandailing, dan masyarakatnya selalu mempertahankan identitas adat budayanya sebagai "halak Pakantan" (orang Pakantan).

Ciri Khas Adat Budaya

sunting

Ditemui banyak ciri khas peradatan baik bahasa maupun budaya yang berbeda dengan yang digunakan di wilayah sekitarnya termasuk di Mandailing.

Beberapa perbedaan yang ditemui antara lain:

  • Di Mandailing dikenal adanya Raja Panusunan sedangkan di Pakantan tidak ada, tetapi di Pakantan ada yang disebut dengan "Pamutus Hata"
  • Di Mandailing di kenal "Anak Boru / Pisang Raut" namun di Pakantan dikenal dengan istilah "Parserean / Parsinggiran"
  • Di Mandailing dikenal "Mora" sedangkan di Pakantan dikenal dengan istilah "Hula-hula"
  • Di Mandailing alat kesenian Gordang Sambilan digunakan sebagai pelengkap adat namun di Pakantan kesenian Gordang Sambilan bukan hanya sebagai pelengkap adat namun dalam sejarahnya juga digunakan sebagai pemanggil "Si Baso" atau ritual tersebut dikenal dengan sebutan "Manyarama".
  • Tiga irama Gordang Sambilan yang berasal asli dari Pakantan yaitu: Sarama Datu, Sarama Babiat dan Pemulihon.
  • Masyarakat Pakantan memiliki bahasa dengan dialek khas yang juga berbeda dengan masyarakat di Mandailing pada umumnya.

Kesenian Gordang Sambilan dan Gondang dari Pakantan sudah sangat terkenal dari zaman dahulu sampai ke mancanegara, bahkan sampai saat ini pun kesenian Pakantan masih selalu menjadi yang terdepan.

Di Medan, Kesenian Gunung Kulabu (kesenian khas Pakantan) dengan Gondang dan Gordang Sambilan nya paling menonjol daripada wilayah lainnya di Tapanuli Selatan, sehingga sempat melalang buana hingga ke Amerika Serikat. Begitu juga yang ada di Jakarta, sempat hadir di Istana Bogor saat peresmian pernikahan putri wakil presiden saat itu yaitu Bapak H. Adam Malik.

Pada bulan November 2017 Grup Kesenian Gunung Kulabu dari Pakantan kembali dipercaya sebagai pengisi acara adat dalam kegiatan pernikahan putri Presiden Jokowi, Kahiyang Ayu dengan Bobby Nasution di Medan.

Kemasyarakatan

sunting

Masyarakat Pakantan sangat kental dengan persaudaraannya tanpa pernah memandang dari kekayaan dan perbedaan keyakinan. Itu sebabnya kemasyarakatan di Pakantan selalu terjalin kompak, harmonis dan penuh dengan toleransi.

Ada dua agama yang dianut di wilayah Pakantan yang yaitu Islam (mayoritas) dan Kristen yang selalu hidup berdampingan secara harmonis.

Misi Zending Belanda pertama menugaskan Hendrick Dirks untuk berkiprah di Pakantan. Atas persetujuan dari kepala kuria Pakantan Lombang yaitu Raja Mangatas, ia mendapat pinjaman tanah pada tahun 1817. Akhirnya Dirks membuat rumah diatas tanah pinjaman tersebut. Kemudian wilayah itu dikenal dengan nama Huta Bargot yang menjadi pemukiman bagi masyarakat Pakantan yang beragama Kristen hingga saat ini.

Masuknya penyebaran agama Kristen ke Pakantan, sudah jauh lebih dulu dibandingkan masuknya Kristen ke daerah Silindung dan Toba. Ajaran Kristen ke Pakantan awalnya dibawa oleh penginjil dari Rusia dan Swiss tahun 1821. Itulah sebabnya gereja tertua yang bisa ditemukan di Sumatera Utara terletak di Pakantan Huta Bargot yang dibagun pada tahun 1834.

Perkumpulan bernama "Halak Pakantan" yang memiliki falsafah: "harus menjadi yang terdepan, atau tidak sama sekali". Sifat agresif ini dapat terlihat di perantauan baik dalam berbagai bidang juga dalam hal kesenian.

Dapat disimpulkan bahwa keturunan dari Pakantan selalu berusaha menjadi yang terdepan baik secara individu maupun kebersamaan.

Tokoh dari Pakantan

sunting
  • Sutan Mompang Soripada, Komandan Resimen Tapanuli Selatan 1946-1949 di Padang Sidempuan. Beliau adalah tokoh yang membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) untuk wilayah Tapanuli Selatan yang kemudian TKR berubah menjadi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) dan selanjutnya nama tersebut berubah lagi menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) sejak 5 Oktober 1945.
  • Dr. Parlindungan Lubis, Ketua Perhimpunan Indonesia di Belanda 1938-1941.Beliau adalah salah satu orang Indonesia yang pernah ditahan dan dijebloskan ke kamp konsentrasi Nazi Jerman pada Perang Dunia II dan bisa selamat.
  • Prof. Dr. Adnan Buyung Nasution, S.H., pakar Hukum, pejuang HAM dan penasihat Presiden.
  • Prof. Dr. AP Parlindungan, pakar Hukum Agraria dan mantan Rektor USU.
  • Martinus Lubis, pejuang melawan Belanda di Tembung tahun 1947.
  • Sakti Lubis, pejuang melawan Belanda di Tembung tahun 1947.
  • Ronggur Patuan Malaon, mantan Kepala Kehutanan Luar Jawa dan Madura.
  • Kolonel Purn. Dahlan Lintang, Mantan Kastaf Kodam II BB.

Referensi

sunting