Kenyataan atau realitas, dalam bahasa sehari-hari berarti "hal yang nyata; yang benar-benar ada".[1]

Pengertian sempit menurut filsafat barat, ada tingkat-tingkat dalam sifat dan konsep tentang realitas. Tingkat-tingkat ini mencakup, dari yang paling subyektif hingga yang paling ketat: realitas fenomenologis, kebenaran, fakta, dan aksioma.

Realitas juga bisa berarti jumlah atau agregat dari semua yang nyata atau ada dalam suatu sistem, berlawanan dengan hal-hal yang hanya imajiner. Istilah ini juga digunakan untuk merujuk pada status ontologis sesuatu, yang menunjukkan keberadaan mereka. Dalam istilah fisik, realitas adalah totalitas dari suatu sistem, yang diketahui dan tidak diketahui.[2] Pertanyaan filosofis tentang hakikat realitas, eksistensi, atau keberadaan merupakan perdebatan utama dalam ontologi, yang merupakan cabang utama metafisika dalam tradisi filosofis Barat. Pertanyaan ontologis juga ditampilkan dalam beragam cabang filsafat, termasuk filsafat sains, filsafat agama, filsafat matematika, dan logika filosofis. Ini mencakup berbagai pertanyaan, misalnya tentang apakah hanya objek fisik yang nyata (fisikalisme), apakah realitas pada dasarnya tidak material (misalnya, Idealisme), apakah entitas hipotetis yang tidak dapat diobservasi dalam teori ilmiah benar-benar ada, apakah Tuhan ada, apakah angka dan objek abstrak lainnya ada, dan apakah dunia benar-benar ada.

Realitas fenomenologis

sunting

Pada tingkat yang lebih luas dan subyektif, pengalaman pribadi, rasa ingin tahu, pencarian, dan selektivitas terlibat dalam penafsiran pribadi tentang suatu kejadian yang akan membentuk realitas sebagaimana yang dilihat oleh satu pandangan sehingga dapat disebut fenomenologis. Bentuk realitas ini mungkin umum bagi orang lain juga, pada kadang-kadang juga bisa menjadi sangat unik bagi diri sendiri sehingga tidak pernah dialami atau disetujui oleh orang lain. Banyak dari pengalaman yang dianggap spiritual seperti ini terjadi pada realitas tingkat ini. Dari perspektif fenomenologis, realitas adalah sesuatu yang secara fenomenal nyata sementara non-realitas dianggap tidak ada. Persepsi individual dapat didasarkan pada kepribadian seorang individu, fokus, dan gaya atribusinya, sehingga membuat pribadi memandang kebenaran sebagai sesuatu yang telah dilihatnya.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, 2008
  2. ^ Saridakis E. (2016). "Information, reality, and modern physics". International Studies in the Philosophy of Science. 30 (4): 327–341. doi:10.1080/02698595.2017.1331980. 

Templat:Philosophy topics