Koninklijke Paketvaart Maatschappij

(Dialihkan dari KPM)

Koninklijke Paketvaart Maatschappij (atau KPM, terj. "Perusahaan Pengiriman Paket Kerajaan") adalah sebuah perusahaan pelayaran yang mempunyai kedudukan hukum di Amsterdam, namun kantor pusat operasinya berada di Batavia (kini disebut Jakarta) sejak zaman Hindia Belanda, perusahaan yang bergerak dalam bidang pelayaran ini beroperasi mulai dari tahun 1888. Pada Perang Dunia II, perusahaan ini berubah fungsi mengangkut tentara, suplai dan logistik pasukan Sekutu di bawah ABDACOM (American British Dutch Australia Command) dan berbasis di Sydney, Australia. Pada masa perang kemerdekaan Indonesia, perusahaan ini kembali beroperasi di perairan Indonesia dengan fungsi utama mengangkut tentara, suplai dan logistik pasukan Belanda yang bertempur di Indonesia. Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia pada tahun 1949, perusahaan ini masih tetap beroperasi hingga operasionalnya di Indonesia dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1957.[1]

NV Koninklijke Paketvaart-Maatschappij
Naamloze vennootschap
IndustriPelayaran
NasibDigabung
Penerus
Didirikan1888
Pendiri
Ditutup1966
Kantor pusat,
Belanda
Situs webkunstbezitnedlloyd.org/nl/ Sunting ini di Wikidata
Poster dari tahun 1910
Poster KPM (Perjalanan Victor), Maritiem Museum
SS Rumphius pada tahun 1929 di dekat Gunung Krakatau

Latar belakang

sunting

KPM didirikan pada 4 September 1888 di Amsterdam oleh Rotterdamsche Lloyd (RL) dan Stoomvaart Maatschappij Nederland (SMN) dengan berkantor pusat di gedung Scheepvaarthuis, Amsterdam, Belanda yang dibangun oleh seorang bangsawan bernama Prins Hendrikkade untuk mengelola pelayaran regional interinsuler (antar pulau) di kepulauan Hindia Belanda. RL dan SMN telah mengoperasikan layanan kapal uap reguler antara Belanda dan Jawa selama 20 tahun saat KPM didirikan. Sedangkan layanan pos antar pulau telah dilakukan oleh Nederlandsch-Indische Stoomboot Maatschappij (NISM), anak perusahaan British India Navigation Company (BINC). KPM mulai beroperasi pada 1 Januari 1891 dengan modal 29 kapal uap kecil - 13 baru dan 16 warisan dari pendahulunya, NISM. Perusahaan ini terutama berfokus pada rute pelayaran regular terjadwal bagi penumpang dan muatan kargo antara pulau di Hindia Belanda yang kemudian lebih populer dengan istilah sebagai pelayaran pos antar pulau.

Pertumbuhan

sunting

Armada KPM berkembang dengan pesat, pada puncak kejayaannya mengoperasikan lebih dari 140 kapal, mulai dari kapal-kapal kecil berukuran kurang dari 50 ton sampai kapal penumpang berukuran lebih dari 10.000 ton dengan jalur pelayaran yg terbentang dari Hindia Belanda ke Afrika Selatan, Australia dan China.

Mulai dari tahun 1906 perusahaan ini mulai melakukan ekspansi usaha dengan membuka rute-rute baru dari kepulauan HIndia Belanda ke negara-negara lain dengan berbagai anak perusahaan, antara lain pada tahun 1908 dengan nama Java-Australië Lijn (JAL) melayani lintas Jawa-Australia, disusul pada tahun 1910 dengan Java-Siam Lijn (JSL) melayani lintas Jawa-Thailand, dan terakhir pada tahun 1915 Deli-Straits-China Lijn (DSCL) melayani lintas Medan - China.

Pada tahun 1914, KPM membuka kantor di 2-3 Collyer Quay, Singapore, dan jalur pelayaran dari Penang dan Singapore ke pelabuhan-pelabuhan China dibuka pada tahun 1916. Sekitar tahun 1920, KPM memiliki 92 kapal yang melayani 50 jalur pelayaran yg menghubungkan sekitar 300 pelabuhan. Dua kapal uap cepatnya, Melchior Treub dan Rumphius berlayar dari Singapore ke Jawa dan Sumatra seminggu sekali, dan 10 jalur lainnya menghubungkan Singapore dan 84 pelabuhan di Hindia Belanda.

Pada tahun 1931, gedung kantor pusat KPM dibuka di kawasan bisnis Singapore, dan menjadi pusat operasional KPM, termasuk pangkalan sebagian besar armadanya sehingga KPM mendapat pengakuan dari pemerintah kolonial Inggris di sana. Saat pecah Perang Dunia II, armada KPM telah berkembang hingga 146 kapal yg melayani lebih dari 70 jalur yg menghubungkan lebih dari 400 pelabuhan.

Bahkan layanannya telah meluas melampaui batas wilayah administrasi Hindia Belanda, melayani pelabuhan-pelabuhan Singapore, Hong Kong, Shanghai, Manila, Saigon; Australia: Brisbane, Sydney, Melbourne, dan Adelaide; Afrika: Durban, East London, Port Elizabeth, Mossel Bay, Cape Town, Zanzibar dan Mombasa; dan pelabuhan-pelabuhan di tengah Samudra Hindia: Réunion, Mauritius dan Mahé. KPM telah tumbuh menjadi perusahaan kapal uap terbesar kedua di dunia, terbesar di seluruh wilayah kerajaan Belanda, dan identik dengan pelayaran di Hindia Belanda.[2]

Masa Perang Dunia II (1939 - 1945)

sunting

Selama perang, KPM kehilangan sekitar 2/3 armadanya, baik tenggelam ditorpedo kapal-kapal musuh, terkena ranjau laut atau direbut oleh musuh. Kapal-kapal KPM banyak digunakan untuk pengangkutan logistik dan amunisi untuk ABDACOM (American, British, Dutch and Australia Command) untuk mempersiapkan diri menghadapi serbuan balatentara Jepang dan sekutunya Nazi Jerman.

Kapal-kapal KPM terlibat langsung dalam bulan-bulan pertama Teater Pasifik untuk pengangkutan logistik dan pasukan. Pada Januari 1942, kapal Aquitania berangkat mengangkut 3.456 pasukan Sekutu dari Australia ke Singapore, namun karena diserang oleh pesawat-pesawat Jepang, akhirnya muatan tersebut dialihkan ke kapal-kapal yg lebih kecil (Both, Reijnst, Van der Lijn, Sloet van de Beele, Van Swoll, Reael dan Taisan yg berbendera Inggris. Konvoi kapal-kapal ini mencapai Singapore pada 24 Januari 1942.

Pada awal 1942, 21 kapal KPM mendarat di Australia mengangkut pengungsi dan prajurit yg luka-luka, dan setelah dilakukan perundingan antara British Ministry of War Transport (BMWT) atas nama US Army dengan pemerintah Belanda di pengasingan (di London dan Washington), armada tsb digabungkan ke dalam armada di bawah Armada SWPA (South West Pacific Area) yg diorganisiri oleh USAFIA (US Army Forces in Australia) dan selanjutjnya USASOS (US Army Service Of Supply) pada 26 Maret 1942.

Salah satu butir perjanjian yg sulit disepakati adalah:

"bareboat charter to BMWT and through the War Shipping Administration (WSA) the ships were assigned by WSA to the Army but 'not, repeat not, on bareboat but on gross basis,' though under 'full control' of the Army".

Pada awal Maret 1943 KPM telah memiliki 43 kapal, hampir separuh armada KPM adalah kapal-kapal pengungsi! Ke-21 kapal KPM yg berhasil melarikan diri ke Australia adalah: Balikpapan (1938), Bantam (1930), Bontekoe (1922), Both (1931), Cremer (1926), Generaal Verspijck (1928), Janssens (1935), Japara (1930), Karsik (1938), Khoen Hoea (1924), Maetsuycker (1936), 's Jacob (1907), Sibigo (1926), Stagen (1919), Swartenhondt (1924), Tasman (1921), Van den Bosch (1903), Van der Lijn (1928), Van Heemskerk (1909), Van Heutsz (1926) dan Van Spilbergen (1908). Dua kapal lagi, Maetsuycker dan Tasman, diubah menjadi kapal rumah sakit untuk menunjang kampanye New Guinea. Kedua kapal RS tersebut tetap berbendera Belanda.[3]

Pasca Perang Dunia 2

sunting

Usai Perang Dunia 2, KPM berusaha memulihkan armadanya, namun upaya ini terhambat perubahan politik di Hindia Belanda, yg memproklamirkan kemerdekaannya menjadi Republik Indonesia pada tahun 1945, yg dilanjutkan dengan perang selama 4 tahun (1945-1949). Selama periode tersebut, sebagian armada kapal KPM dimanfaatkan juga untuk mengangkut logistik dan pasukan Belanda di seluruh kepulauan.

Pada tahun 1947 pelayaran luar negeri dari KPM bekerja sama operasi dengan usaha tersendiri dengan nama Java-China-Japan Lijn (JCJL) atau lintas Jawa-Cina-Jepang dan pada tanggal 1 Januari 1948 sebagai perusahaan baru bernama Koninklijke Java-China-Paketvaart Lijnen (KJCPL). Sedangkan KPM tetap melayani pelayaran antar pulau di Hindia Belanda. Hal ini adalah sebagai akibat jalan pintas atas perubahan Hindia Belanda pada tahun 1949 dan melepaskan diri dari hubungan kolonial.

Usai perang di Indonesia, sesuai dengan perjanjian KMB Den Haag pada 27 Desember 1949, KPM mendapatkan kembali haknya memonopoli jalur-jalur pelayaran antar pulau di Indonesia. Namun permintaan pemerintah RI untuk mengubah status KPM menjadi perusahaan nasional Indonesia dan menggunakan bendera Merah Putih ditolak oleh Den Haag, alhasil pada 5 September 1950, Menteri Perhubungan RI dan Menteri Pekerjaan Umum RI mengeluarkan Surat Keputusan Bersama tentang pendirian Yayasan Penguasaan Pusat Kapal-kapal (PEPUSKA).

Modal awal Pepuska hanya 8 unit kapal berbobot 4.800 DWT dan berlayar berdampingan dengan armada KPM, namun kalah bersaing, karena armada KPM selain banyak, juga memiliki kontrak monopoli. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan RI tertanggal 28 Februari 1952, PT PELNI (Perusahaan Umum Pelayaran Indonesia) didirikan dengan Presiden Direktur pertama R. Ma'moen Soemadipraja, selanjutnya Yayasan Pepuska dibubarkan pada 28 April 1952.

Pada 3 Desember 1957, KPM diambil alih aksi buruh, yg kemudian dinasionalisasi oleh pemerintah RI 3 hari kemudian. KPM pun memindahkan markas besar dan asset-assetnya ke Singapore pada April 1958. Dari sana, KPM mengambil alih jalur-jalur pelayanan Maatschappij Zeetransport (Oranje Lijn) di Eropa - Kanada. Saham-saham Oranje Lijn dijual dan perusahaan tersebut dilikuidasi.

Sebagian dari armada yang terdiri kapal kecil kemudian dijual dan para pegawai terpaksa dirumahkan. Dengan kapal yang lebih besar dan modern untuk melayani pelayaran baru ke Samudera Timur yang lebih Jauh, yaitu Samudera Pasifik, Teluk Persia dan Laut Tengah.

Penggabungan

sunting

KPM tetap beroperasi sampai 1 Januari 1967, ketika diakuisisi dengan Koninklijke Java China Paketvaart Lijnen (KJCPL) untuk membentuk Royal Interocean Lines (RIL), yang mengoperasikan armada 38 kapal dengan jumlah tonase sebesar 205.766 DWT. Pada tahun 1970, RIL diakuisi ke dalam Nedloyd Lines (Nederland Lloyd) dan kantor-kantor mereka di Singapore dilebur ke dalam Interocean Lines (S.E.A.) Pte Ltd.

Munculnya peti kemas, dan pendirian ScanDutch, membuat RIL dan East Asiatic Company membentuk Nedlloyd EAC Agencies Pte Ltd pada 1 April 1972 untuk melayani keagenan kapal mereka di Singapore dan Malaysia. Nedloyd-EAC menangani jasa pengangkutan peti kemas dan konvensional untuk ScanDutch, Nedlloyd Lines dan EAC Bulk Services, dan menjadi salah satu perusahaan keagenan kapal terbesar di Asia Tenggara. Awak-awak kapal dan kapal-kapalnya tetap berlayar dengan maskapai lainnya sampai akhirnya seluruh asset dari KPM diambil alih oleh Nedlloyd pada 1977. Belakangan Nedlloyd diakuisisi menjadi P&O Nedlloyd dan terakhir diakuisi oleh Maersk Line.

Sebagian dari berkas arsip KPM oleh Nedlloyd dipindahkan ke National Archief (Arsip Nasional Belanda), sedangkan berkas arsip yang ada di Hindia Belanda (Nusantara) telah dipindahkan oleh Kantor Pusat KPM di Belanda dan sebagian besar telah hilang. Berkas arsip KPM ini sebagai bagian dari "Arsip Nedlloyd” yang diselenggarakan oleh Yayasan Arsip Nedlloyd ditempatkan di Maritiem Museum Rotterdam (Museum Maritim Roterdam) dan Museum Bahari di Amsterdam, semua di Belanda.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 1960 tentang Nasionalisasi perusahaan N.V. K.P.M. di Indonesia
  2. ^ [1] Singapore Infopedia
  3. ^ [2] Koninklijke Paketvaart Maatschappij (Wikipedia Bahasa Inggris)
  1. "Koninklijke Paketvaart Maatschappij 1888-1967". The ShipsList. 12 May 2008. Retrieved 2013-05-25.
  2. Lindblad, J Thomas (2011). "The Economic Decolonisation of Indonesia: a Bird’s-eye View".Journal of Indonesian Social Sciences and Humanities 4: 1–20. Retrieved 25 May 2013.
  3. U.S. Embassy in Indonesia (10 December 1957). "Telegram From the U.S. Embassy in Indonesia to the Department of State (Djakarta, December 10, 1957—2 p.m.)". U.S. Department of State. Retrieved 25 May 2013.
  4. Larsson, Björn (April 2, 2011). "KPM Line (Koninklijke Paketvaart Maatschappij - Royal Packet Navigation Co.)". Maritime Timetable Images. Retrieved 13 May 2013.
  5. Bekker, H.Th. (1950). De K.P.M. in oorlogstijd — 1939-1945. Amsterdam: J.H. de Bussy.
  6. Bykofsky, Joseph; Larsoll, Harold (1990). United States Army In World War II, The Technical Services, The Transportation Corps: Operations Overseas. Washington, D. C.: Center Of Military History United States Army.
  7. Gill, G. Hermon (1957). Royal Australian Navy 1939-1942. Australia in the War of 1939–1945. Series 2 – Navy 1. Canberra: Australian War Memorial.
  8. Gill, G. Hermon (1968). Royal Australian Navy 1939-1942. Australia in the War of 1939–1945. Series 2 – Navy 2. Canberra: Australian War Memorial.
  9. Masterson, Dr. James R. (1949). U. S. Army Transportation In The Southwest Pacific Area 1941-1947. Washington, D. C.: Transportation Unit, Historical Division, Special Staff, U. S. Army.
  10. Vickers, Adrian (2005). A History of Modern Indonesia. Cambridge University Press. ISBN 0-521-54262-6.
  11. Smith, Clarence McKittrick (1956). The Technical Services—The Medical Department: Hospitalization And Evacuation, Zone Of Interior. United States Army In World War II. Washington, DC: Center Of Military History, United States Army. LCCN 55060005.

Pranala luar

sunting