Freemium[1][2] adalah sebuah model bisnis dengan penawaran layanan mendasar secara cuma-cuma tetapi mengenakan biaya untuk fitur khusus atau lanjutan yang disebut premium. Kata "freemium" merupakan lakuran yang dibuat dengan mengombinasikan dua aspek dari model bisnis ini, yaitu "free" dan "premium". Model bisnis ini populer di kalangan perusahaan Web 2.0.[3]

Asal-usul

sunting

Model bisnis freemium telah digunakan oleh perusahaan perangkat lunak sejak 1980-an. Layanan sering kali diberikan dengan waktu atau fitur terbatas untuk mempromosikan versi berbayar.[4] Model ini sangat cocok untuk perangkat lunak karena biaya distribusi dapat diabaikan. Jadi, hanya sedikit kerugian yang timbul dengan memberikan lisensi perangkat lunak gratis selama pengeluaran yang signifikan dihindari. Istilah freemium untuk menggambarkan model ini baru dibuat belakangan oleh pemodal ventura Fred Wilson pada 23 Maret 2006.[5]

Pada tahun 2009, Chris Anderson menerbitkan buku berjudul Free yang membahas popularitas model bisnis ini.[6] Selain untuk produk dan jasa perangkat lunak tradisional, sekarang model ini juga sering digunakan oleh Web 2.0 dan perusahaan sumber terbuka.[7] Pada tahun 2014, Eric Seufert menerbitkan buku Freemium Economics, yang menjelaskan prinsip-prinsip ekonomi di balik bisnis model freemium dan penerapannya ke dalam produk perangkat lunak oleh pengembang aplikasi.[8]

 
Jenjang (tier) dalam model freemium

Model freemium terkait dengan layanan berjenjang. Model ini telah diterapkan pada produk-produk terkenal seperti LinkedIn, Zoom[9] dan dalam bentuk paywall seperti yang diterapkan oleh The New York Times[10] dan beberapa koran lainnya.[11]

Model freemium

sunting

Seperti didefinisikan oleh Chris Anderson, produk atau jasa gratis dalam model freemium:[12]

  • Dibatasi oleh fitur
  • Dibatasi oleh waktu
  • Dibatasi oleh kapasitas
  • Dibatasi oleh jumlah pemakaian
  • Dibatasi menurut kelas pelanggan

Beberapa penyedia produk dan jasa perangkat lunak membuat semua fitur tersedia secara gratis selama masa percobaan dan kemudian di akhir periode tersebut kembali beroperasi sebagai versi gratis dengan fitur terbatas. Pengguna dapat membuka kunci fitur premium dengan pembayaran biaya lisensi. Beberapa bisnis menggunakan variasi model yang dikenal sebagai "open-core" yang versi gratisnya memiliki fitur terbatas dan merupakan perangkat lunak sumber terbuka, tetapi versi dengan fitur tambahan dan dukungan resmi adalah perangkat lunak komersial.[13]

Penerapan

sunting

Pada Juni 2011, PC World melaporkan bahwa perangkat lunak antivirus tradisional kalah bersaing dengan produk antivirus freemium.[14] Dalam beberapa tahun terakhir, permainan video telah berubah secara signifikan dalam hal konten berbayar. Permainan terkenal seperti Fortnite, World of Warcraft, Clash of Clans dirancang untuk mendorong pengguna melakukan pembelian barang atau mata uang virtual dalam permainan.[15] Sejak tahun 2013, platform distribusi digital Steam mulai menambahkan banyak permainan gratis untuk dimainkan dan akses awal ke kontennya, banyak di antaranya menggunakan model freemium.[16]

Pada tahun 2015, Nintendo merilis permainan freemium mereka sendiri dalam seri Pokémon.[17] Melalui Pokémon Rumble World, Nintendo mengambil pendekatan berbeda dengan memungkinkan pemain untuk menyelesaikan seluruh permainan tanpa membeli fitur premium, tetapi mempertahankannya sebagai opsi sehingga pemain dapat melanjutkan game dengan kecepatan yang mereka mau.[18]

Kritik

sunting

Permainan freemium mendapat kecaman dari para pemain dan kritikus. Banyak pemain yang dianggap 'membayar untuk menang' (Inggris: pay-to-win), dan mereka yang membayar lebih banyak lebih berpeluang menang daripada pemain yang memiliki lebih banyak keterampilan.[19] Kritikus mengecam model bisnis freemium yang sering kali tampak tidak diatur, melibatkan uang asli dan elemen peluang, sehingga mirip dengan perjudian.[20]

Contoh kasus pengeluaran berlebihan untuk aplikasi freemium adalah permainan Smurfs 'Village yang dirilis oleh Capcom sebagai permainan gratis. permainan ini sangat populer, bahkan sempat melampaui Angry Birds sebagai aplikasi paling banyak diunduh di App Store pada 2010.[21] permainan ini meminta pemain membeli karakter dan bangunan menggunakan mata uang dalam permainan. Mata uang tersebut dapat dibeli dengan uang sungguhan menggunakan detail akun yang terkait dengan perangkat, menggunakan autentikasi toko Apple sebelum pembelian. Orang tua mendapati anak-anak mereka telah menggunakan autentikasi di perangkat mereka tanpa disadari dan melakukan pembayaran tersebut.[22] Beberapa orang tua mengajukan gugatan terhadap Apple untuk mengubah praktik mereka dan mencegah hal ini terjadi di permainan freemium lainnya.[23] Setelah insiden ini, Apple membuat lebih sulit bagi anak-anak untuk mengakses item berbayar dalam aplikasi tanpa izin.[22]

Pada November 2014, episode keenam Musim 18 serial TV animasi South Park di Amerika Serikat menayangkan sebuah episode berjudul "Freemium Isn't Free" yang menyindir model bisnis freemium.[24]

Ada juga wacana tentang eksploitasi pemain untuk monetisasi permainan video. Pengembang permainan menggunakan berbagai taktik penjualan untuk mendorong pemain menghabiskan lebih banyak uang. Strategi ini misalnya identifikasi fitur dalam permainan yang paling berpeluang untuk dimonetisasi. Konten dalam permainan dipersonalisasi berdasarkan informasi minat dan preferensi unik para pemain, diperoleh dari halaman jejaring sosial pemain yang terhubung ke permainan.[15]

Referensi

sunting
  1. ^ JLM de la Iglesia, JEL Gayo, "Doing business by selling free services". Web 2.0: The Business Model, 2008. Springer
  2. ^ Tom Hayes, "Jump Point: How Network Culture is Revolutionizing Business". 2008. Page 195.
  3. ^ "A Business Model VCs Love". Business 2.0. 2006-10-01. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-06-19. Diakses tanggal 2009-12-21. 
  4. ^ Wagner, Thomas M.; Benlian, Alexander; Hess, Thomas (2014-12-01). "Converting freemium customers from free to premium—the role of the perceived premium fit in the case of music as a service". Electronic Markets (dalam bahasa Inggris). 24 (4): 259. doi:10.1007/s12525-014-0168-4. ISSN 1422-8890. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-25. Diakses tanggal 2020-10-23. 
  5. ^ "Fred Wilson's blog, A VC". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-16. Diakses tanggal 2009-12-21. 
  6. ^ Postrel, Virginia (2009-07-10). "What You Pay For (Published 2009)". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-29. Diakses tanggal 23 Oktober 2020. 
  7. ^ "Why It Pays to Give Away the Store". www.epocrates.com. 15 Maret 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-10-22. Diakses tanggal 2020-10-23. 
  8. ^ "I wrote Freemium Economics to encourage better F2P games not more, says Eric Seufert". pocketgamer.biz. 7 Agustus 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-16. Diakses tanggal 23 Oktober 2020. 
  9. ^ Schoettle, Anthony. "Software firms use freemium model to snag paying customers". Indianapolis Business Journal (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-06. Diakses tanggal 23 Oktober 2020. 
  10. ^ Chittum, Ryan (22 Juli 2011). "The NYT Paywall Is Out of the Gate Fast". Columbia Journalism Review (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-12-23. Diakses tanggal 23 Oktober 2020. 
  11. ^ Owen, Laura (6 September 2011). "Three More Papers Put Up Paywalls, With Some New Twists". gigaom.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-10-27. Diakses tanggal 23 Oktober 2020. 
  12. ^ "Startup School: Wired Editor Chris Anderson On Freemium Business Models". TechCrunch (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-10-23. 
  13. ^ Wasserman, Anthony I. (2011-07-01). "How the Internet transformed the software industry". Journal of Internet Services and Applications (dalam bahasa Inggris). 2 (1): 18–20. doi:10.1007/s13174-011-0019-x. ISSN 1869-0238. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-25. Diakses tanggal 2020-10-23. 
  14. ^ Dunn, John E. (7 Juni 2011). "Free Antivirus Programs Rise in Popularity, New Survey Shows". PC World. IDG Consumer & SMB. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-08-10. Diakses tanggal 24 Oktober 2020. 
  15. ^ a b "Unfair play? Video games as exploitative monetized services: An examination of game patents from a consumer protection perspective". Computers in Human Behavior (dalam bahasa Inggris). 101: 131–132. 2019-12-01. doi:10.1016/j.chb.2019.07.017. ISSN 0747-5632. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-20. Diakses tanggal 2020-10-31. 
  16. ^ Gera, Emily (2014-11-21). "Valve adds new rules to Steam Early Access to ensure games don't suck". www.polygon.com. Polygon. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-24. Diakses tanggal 24 March 2015. 
  17. ^ Rad, Chloi (19 Februari 2015). "Pokemon Shuffle Is Available Now, Free For 3DS". IGN Southeast Asia (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-05. Diakses tanggal 25 Oktober 2020. 
  18. ^ Dy, Marijim (14 April 2015). "'Pokémon Rumble World' Recently Released For 3DS; Nintendo's Newest Freemium Game Doesn't Steal Your Money As Much As 'Pokémon Shuffle?'". Youth Health Magzine. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-16. Diakses tanggal 2020-10-24. 
  19. ^ Elia, Yabes (16 Maret 2020). "Mengurai Masalah Game Pay to Win: Definisi, Motivasi, dan Konsekuensi | Hybrid". hybrid.co.id (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-02. Diakses tanggal 31 Oktober 2020. 
  20. ^ Sullivan, Patrick (4 September 2012). "Video Game Industry Responds to Regulation of Pay-To-Win Microtransactions and Loot Boxes". JD Supra (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-07. Diakses tanggal 31 Oktober 2020. 
  21. ^ Parr, Ben (18 November 2010). ""Angry Birds" Dethroned: "Smurfs' Village" Now Top-Grossing Game on iPhone". Mashable (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-09. Diakses tanggal 25 Oktober 2020. 
  22. ^ a b Marsal, Katie (2011). "'Smurfs' Village' iOS in-app purchases reportedly catch Apple's ire". AppleInsider (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-28. Diakses tanggal 25 Oktober 2020. 
  23. ^ Gardner, Joshua (26 Juni 2013). "Apple loses $100MILLION class action suit to parents of kids who went on unauthorized app spending sprees". Mail Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-28. Diakses tanggal 24 Oktober 2020. 
  24. ^ Grubb, Jeff (6 November 2014). "'South Park' is right about why 'The Simpsons' and 'Family Guy' free-to-play games stink". VentureBeat (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-11-07. Diakses tanggal 25 Oktober 2020. 

Pranala luar

sunting

Bacaan lanjut

sunting